Lebih dari 30 menit Aryo dan Echi
duduk di teras rumah Echi. Tapi yang mereka lakukan hanya saling pandang.
“Kamu kok diem aja Ar?”
“Terus aku musti ngapain?”
“Ya ngomong apa gitu?”
“Ngomong apa?”
“Lah, kamu kesini mau ngapain sih?”
“Emang kalo kesini harus ada alesannya?”
“Haduh, daritadi ditanya malah balik nanya.”
“EEmmm… aku balik dulu ya Chi. Malem..”
“Lah.. kok malah pulang?”
“Terus aku musti ngapain?”
“Ya ngomong apa gitu?”
“Ngomong apa?”
“Lah, kamu kesini mau ngapain sih?”
“Emang kalo kesini harus ada alesannya?”
“Haduh, daritadi ditanya malah balik nanya.”
“EEmmm… aku balik dulu ya Chi. Malem..”
“Lah.. kok malah pulang?”
Dengan
terheran-heran Echi pun masuk kerumah. Tak lama kemudian, posel Echi berbunyi.
Tanda sms masuk. Ternyata itu dari Aryo.
“Chi, sebenerx td aq mau ngmong sstu sma km. kalo aku suka
sma km.”
Echi langsung teriak kegirangan, dia meloncat-loncat tapi
seketika ia diam,
“Kalo emang Aryo suka sama gue, sayang, kenapa beraninya
Cuma lewat sms? Emang dia pikir gue cewek apaan? Di tembak lewat sms? Huh!”
Lalu
dia pun melemparkan ponselnya ke kursi dan pergi tidur. Echi memutuskan untuk
tidak membalas sms Aryo.
Keesokkan
harinya ia melihat 20 sms dari dan 10 panggilan tak terjawab. Itu semua dari
Aryo.
“widih… nih orang niat banget? Hahhha”
Saat
Echi bersiap-siap untuk sekolah, dia mendapat kabar kalau Aryo kecelakaan. Ia
pun segera menuju rumah Aryo. Tapi yang ia lihat disana hanyalah orang-orang
yang duduk dengan wajah muram dan disana terlihat ada sebujur mayat Aryo.
Tubuh
Echi terasa lemas, terasa tiada lagi tulang yang menopang tubuh Echi. Seketika
tangis Echi pun memecah keheningan pagi itu.
Ia
menyesal, bukan karena tak sempat membalas perasaan Aryo. Tapi ia menyesal
karena perasaannya tak pernah tersampaikan.
Karena
terkadang menutupi perasaan lebih sulit daripada mengerti hati sendiri. Karena
cinta bukanlah sesuatu yang bisa di katakana, tapi sesuatu yang hanya bisa
dirasakan.